Halaman

Jumat, 25 Mei 2018

5 Hal yang Mungkin Tidak Kamu Ketahui Tentang Jalan Malioboro

Kawasan mana yang akan dituju ketika baru pertama kali menginjakkan kaki di Jogja? Kebanyakan orang pasti menjawabnya Malioboro. Ya, jalan Malioboro bisa dikatakan sebagai pusat aktivitas pariwisata di Jogja.

5 Hal yang Mungkin Tidak Kamu Ketahui Tentang Jalan Malioboro

Mereka yang baru pertama kali liburan ke Jogja pasti akan ke Malioboro untuk sekedar berfoto di papan nama jalan sebagai bukti “sah” telah ke Jogja hingga belanja dan mencicipi makanan tradisional Jogja sambil menikmati alunan musik pengamen jalanan yang melantunkan lagu bahasa Jawa.

Membahas jalan Malioboro, tahukan Anda bahwa ada setidaknya 5 fakta tentang Malioboro yang tidak diketahui orang. Penasaran?

1. Asal-usul nama Malioboro

Tahukah Anda arti nama Malioboro? Atau bagaimana asal usulnya? Meskipun terkenal, tapi ternyata masih banyak orang yang belum mengetahui arti maupun asal-usul jalan Malioboro. Nama Malioboro berasal dari kata “Malyabhara” dalam bahasa Sansekerta, yang artinya berhiaskan karangan bunga.

Zaman dahulu, kerajaan Mataram kerap mengadakan upacara perayaan atau kirab yang iring-iringannya selalu melewati jalan Malioboro yang dulu menjadi penghubung antara Merapi dan Keraton. Konon banyak bunga yang ditebarkan ketika melewati jalan Malioboro, yang mana penebaran bunga ini bagian dari prosesi upacara perayaan. Hingga kini pun, jalan Malioboro kerap dipenuhi karangan bunga jika ada prosesi pernikahan yang diselenggarakan di Keraton.

2. Malioboro dan lesehan

Salah satu ciri khas yang akan selalu diingat setelah mengunjungi Malioboro adalah banyaknya tempat makan lesehan, jarang yang menyediakan kursi. Atau kita lebih akrab menyebutnya angkringan. Menariknya, konsep lesehan pada angkringan ternyata berkaitan dengan tradisi seniman Jogja zaman dulu. Budaya lesehan dianggap lebih menghangatkan suasana dan menguatkan rasa kebersamaan dan mencermikan filosofi “duduk sama rendah berdiri sama tinggi.”

3. Seniman jalanan tiap malam

Malam hari, kawasan Malioboro akan diramaikan para seniman lokal. Baik itu yang memainkan angklung, gendang, seruling, hingga tarian. Aksi para jalanan ini tak hanya sekedar hiburan, melainkan terkandung makna berharga di dalamnya. Mereka turut serta dalam melestarikan budaya tradisional, khususnya seni dan musik Jawa, yang mulai tergantikan oleh seni musik modern. Keberadaan seniman ini pula yang kerap membuat rindu ingin menikmati malam romantis di lesehan Malioboro.

4. Malioboro lebih tua dari Keraton

Sejumlah penggiat sejarah di Jogja bahwa usia lebih tua daripada Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton baru ada pada tahun 1755 setelah Perjanjian Giyanti yang membuat Kerajaan Mataram terpecah menjadi dua, yakni Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sedangkan eksistensi Malioboro telah ada sebelum terjadinya pemecahan itu. Jalan ini kerap dijadikan rute iring-iringan pemakaman raja atau bangsawan Kerajaan Mataram dari Surakarta untuk dikebumikan di Imogiri.

5. Malioboro bukan Marlboro ataupun Marlborough

Pada tahun 1980-an, sebuah iklan rokok dengan nama Marlboro terpampang besar di baliho yang berada di kawasan jalan Malioboro. Hal ini sontak mengejutkan sekaligus menarik perhatian masyarakat. Munculah anggapan yang mengaitkan antara Maliboro dan Marlboro. Padahal, Marlboro sebenarnya bukan produk rokok asal Maliboro, melainkan dari Inggris.

Selain itu, nama Malioboro juga pernah dikaitkan dengan sebuah benteng peninggalan Inggris di Bengkulu, yang bernama Marlborough. Lagi, keduanya tidak ada kaitan sama sekali hanya saja cara pengucapannya hampir sama. Marlborough sendiri berasal dari gelar kehormatan Duke of Marlborough yang dimiliki John Curchill, seorang jenderal kerajaan Inggris yang begitu dihormati tahun 1650-1722.

Apakah Anda tahu fakta unik lainnya tentang jalan Malioboro?